Skip to content
October 10, 2025
  • Dewan Redaksi
  • Pendidikan & Sosial Budaya
  • Politik Hukum
  • Blog
  • Hello world!
  • Artikel & Opini
  • Blog
  • Hukum Ekonomi
  • News
  • Olahraga & Kesehatan
  • Pendidikan & Budaya
  • Sosial Politik
  • Wisata & Jelajah Alam
  • News
  • Artikel & Opini
  • Olahraga & Kesehatan
  • Wisata & Jelajah Alam
Wingku Media

Wingku Media

Wingku Media Publishing merupakan Media berita online yang memberikan Informasi yang Obyektif, Terpercaya dan Bertanggungjawab

Primary Menu
  • Dewan Redaksi
  • Pendidikan & Sosial Budaya
  • Politik Hukum
  • Blog
  • Hello world!
  • Artikel & Opini
  • Blog
  • Hukum Ekonomi
  • News
  • Olahraga & Kesehatan
  • Pendidikan & Budaya
  • Sosial Politik
  • Wisata & Jelajah Alam
  • News
  • Artikel & Opini
  • Olahraga & Kesehatan
  • Wisata & Jelajah Alam
Watch
  • Home
  • Artikel & Opini
  • Darurat Kekerasan; Ayo, Kita Gotong Royong Lawan Kekerasan di Sekolah
  • Artikel & Opini

Darurat Kekerasan; Ayo, Kita Gotong Royong Lawan Kekerasan di Sekolah

wingkueducationpublishing August 24, 2025

Share this:

  • Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
  • Click to share on X (Opens in new window) X

By’ Edy Suparjan, M.Pd

Kekerasan di sekolah bukan lagi sekadar catatan insidental. Ia telah menjelma menjadi darurat sosial yang mengancam ekosistem pendidikan kita. Data demi data, berita demi berita, mengabarkan peristiwa bullying, perundungan, penganiayaan, bahkan kehilangan nyawa di lingkungan sekolah—tempat yang seharusnya menjadi ruang aman bagi tumbuh kembang generasi bangsa. Fenomena ini menegaskan bahwa kita tidak bisa lagi menganggap masalah kekerasan di sekolah sebagai urusan kecil atau sekadar “anak-anak sedang bercanda.” Kita sedang menghadapi darurat kekerasan, dan darurat ini hanya bisa diatasi jika semua pihak mau bergandengan tangan, gotong royong, dan menjadikan sekolah sebagai rumah kedua yang benar-benar aman, nyaman, dan membahagiakan. Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA), per Juli 2025 tercatat 15.615 kasus kekerasan, dengan kekerasan seksual menjadi bentuk kekerasan tertinggi yaitu sebanyak 6.999 kasus. Mayoritas korban adalah anak usia 13–17 tahun, dan kekerasan paling banyak terjadi di lingkungan rumah tangga (9.956 kasus), tempat yang seharusnya menjadi ruang aman bagi anak-anak. sumber : https://kekerasan.kemenpppa.go.id/Ringkasan.

Kekerasan di Sekolah: Cermin Buram Pendidikan Kita

Sekolah adalah tempat anak-anak belajar tentang kehidupan, bukan hanya tentang matematika atau bahasa, tetapi juga tentang empati, persaudaraan, keadilan, dan kemanusiaan. Namun, ketika kekerasan justru tumbuh subur di dalamnya, kita perlu bertanya: nilai apa yang sebenarnya sedang diwariskan? Apakah kita hanya sibuk menjejalkan pengetahuan, tapi lupa membangun karakter?

Kekerasan, baik fisik maupun verbal, adalah tanda adanya ketidakadilan struktural, kurangnya pengawasan, lemahnya budaya sekolah, dan sering kali, abainya lingkungan sekitar. Anak yang menjadi pelaku kekerasan biasanya lahir dari lingkaran masalah lain: keluarga yang kurang harmonis, lingkungan sosial yang keras, atau kurangnya perhatian dari pendidik. Artinya, kekerasan di sekolah bukan hanya persoalan “oknum siswa,” tetapi juga cermin kegagalan kita bersama dalam menghadirkan pendidikan yang benar-benar memerdekakan. guru harus benar-benar menjadi anak bagi semua peserta didik mereka tanpa memandang ras, golongan, status perbedaan agama diantara mereka. memang, guru bukanlah manusia super, akan tetapi guru merupakan manusia yang ditempa bertahun-tahun untuk menjadi teladan dan layak ditiru oleh semua peserta didik sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005.

Mengapa Kita Harus Bergerak Bersama?

Pertama, karena kekerasan tidak hanya melukai tubuh, tetapi juga menghancurkan jiwa. Korban kekerasan bisa kehilangan rasa percaya diri, mengalami trauma mendalam, hingga kehilangan semangat belajar. Lebih jauh, mereka bisa tumbuh dengan luka batin yang terbawa hingga dewasa.

Kedua, kekerasan di sekolah menular. Jika dibiarkan, ia menjadi budaya. Anak-anak yang melihat kekerasan tanpa intervensi akan menganggap hal itu sebagai kewajaran, bahkan mungkin menirunya.

Ketiga, kekerasan meruntuhkan tujuan mulia pendidikan. Bagaimana kita bisa berharap melahirkan generasi cerdas, berkarakter, dan berdaya saing jika sekolah justru menjadi ladang ketakutan?

dampak kekerasan dapat kita lihat, dalam kehidupan keseharian kita, banyak anak-anak takut ke sekolah lantaran guru-gurunya galak, suka membentak dan mencubit mereka. selain guru, mereka di Bullying teman kelas, kakak kelas. sehingga anak-anak mengalami trauma mendalami. dan ketika dewasa hal ini terus diingat, terbentuk karakter dendam dalam diri mereka, terbentuklah karakter minder dari mereka. Maka, gerakan perlawanan kekerasan di sekolah bukan hanya kewajiban kepala sekolah atau guru, melainkan juga tanggung jawab orang tua, masyarakat, organisasi, media, hingga pemerintah. Inilah saatnya kita gotong royong. melalui Peraturan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Nomor 46 Tahun 2023 Tentang PPKPS semua elemen diberikan tanggungajwab dalam mencegah, menangani kekerasan sampai ke tahap rehabilitasi dan pemulihan.

Peran Sekolah: Lebih dari Sekadar Tempat Belajar

Sekolah harus menegaskan diri sebagai ruang aman. Ini tidak bisa dicapai hanya dengan memasang slogan “Sekolah Ramah Anak” di dinding, tetapi harus diwujudkan dalam kebijakan, budaya, dan perilaku nyata.

  1. Budaya Sekolah yang Positif
    Guru, tenaga kependidikan, dan kepala sekolah harus membangun atmosfer yang menekankan kasih sayang, penghargaan, dan penghormatan terhadap perbedaan. Setiap siswa perlu merasa diterima apa adanya.
  2. Sistem Pengawasan yang Ketat dan Humanis
    Pengawasan bukan berarti menciptakan sekolah seperti penjara. Pengawasan humanis berarti menciptakan sistem yang peka terhadap gejala kekerasan, baik di kelas, di halaman, maupun di dunia maya.
  3. Pendidikan Karakter yang Nyata
    Pendidikan karakter tidak bisa hanya berhenti pada teori atau pelajaran PKN. Ia harus hadir dalam praktik sehari-hari: bagaimana guru memperlakukan siswa, bagaimana siswa berinteraksi, dan bagaimana aturan ditegakkan dengan adil.
  4. Layanan Konseling yang Efektif
    Sekolah harus menyediakan ruang aman untuk siswa berbicara, mengadu, atau melaporkan. Guru BK (Bimbingan Konseling) bukan sekadar “polisi sekolah,” melainkan sahabat dan penolong bagi siswa yang menghadapi masalah.

Peran Guru: Menjadi Teladan dan Penjaga

Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga teladan. Siswa belajar bukan hanya dari buku, melainkan juga dari perilaku gurunya. Jika guru terbiasa marah, menghina, atau melakukan kekerasan verbal, jangan kaget jika siswa menirunya.

Sebaliknya, guru yang sabar, penuh kasih, dan adil akan membentuk karakter yang kuat pada siswa. Guru perlu menjadi “penjaga peradaban kecil” di kelasnya. Setiap ucapan dan tindakan guru bisa menjadi obat, atau sebaliknya, menjadi luka.

Maka, penting bagi guru untuk terus meningkatkan keterampilan bukan hanya dalam bidang akademik, tetapi juga dalam manajemen emosi, komunikasi, dan pendekatan psikologis terhadap siswa. selain itu, yang sangat penting pula, guru harus memahami pelaksanaan Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 ini. sehingga Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik tidak akan menyalahi aturan ini.

Peran Orang Tua: Rumah sebagai Sekolah Pertama

Tidak bisa dipungkiri, kekerasan di sekolah sering kali berakar dari rumah. Anak-anak yang terbiasa dipukul, dimarahi, atau diremehkan di rumah cenderung membawa pola itu ke sekolah. Karena itu, orang tua perlu bercermin: apakah rumah sudah menjadi tempat yang aman?

Orang tua harus hadir bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara emosional. Mendengarkan keluh kesah anak, memberi dukungan, serta membimbing dengan kasih sayang adalah fondasi utama agar anak tumbuh dengan empati. Orang tua juga perlu bekerja sama dengan sekolah, membangun komunikasi terbuka, dan tidak segan melaporkan jika ada tanda-tanda kekerasan.

Peran Pemerintah dan Lembaga Terkait

Pemerintah tidak boleh hanya mengeluarkan regulasi tanpa memastikan implementasinya. Regulasi tentang sekolah ramah anak, pencegahan bullying, hingga perlindungan anak harus dijalankan dengan pengawasan yang ketat.

Selain itu, pemerintah perlu menyediakan sumber daya yang memadai: tenaga konselor, program pelatihan guru, hingga kanal aduan yang mudah diakses. Kita juga butuh kebijakan yang berpihak pada anak, bukan hanya kebijakan yang indah di atas kertas.

Peran Media dan Masyarakat

Media memiliki kekuatan besar dalam membentuk opini publik. Sayangnya, tidak jarang media lebih suka menyorot kasus kekerasan hanya sebatas sensasi. Padahal, media bisa berperan sebagai penggerak perubahan dengan menghadirkan edukasi, kampanye anti-kekerasan, dan cerita inspiratif tentang sekolah-sekolah yang berhasil membangun budaya damai.

Masyarakat juga tidak boleh tinggal diam. Lingkungan sekitar sekolah harus peduli, ikut mengawasi, dan menciptakan atmosfer positif. Karena pada akhirnya, anak-anak yang belajar di sekolah adalah bagian dari masyarakat itu sendiri.

Dari Darurat ke Gerakan Bersama

Kita tidak boleh berhenti pada ratapan atau kemarahan. Darurat kekerasan di sekolah harus dijawab dengan gerakan nyata. Mari kita bayangkan jika setiap sekolah memiliki komitmen serius untuk nol kekerasan, setiap guru sadar bahwa kata-katanya bisa menyelamatkan jiwa, setiap orang tua memastikan rumahnya penuh cinta, pemerintah hadir dengan regulasi tegas, dan masyarakat ikut menjaga lingkungan.

Gerakan bersama ini bisa diwujudkan dalam bentuk:

  • Deklarasi anti-kekerasan di setiap sekolah.
  • Pelatihan rutin bagi guru dan tenaga kependidikan tentang pencegahan bullying.
  • Program mentoring antara siswa senior dan junior untuk menumbuhkan solidaritas.
  • Kampanye kreatif anti-kekerasan melalui seni, musik, dan media sosial.
  • Kolaborasi dengan organisasi masyarakat untuk pendampingan korban kekerasan.

Penutup: Mari Kita Gotong Royong

Darurat kekerasan di sekolah adalah panggilan bagi kita semua. Tidak ada satu pun lembaga pendidikan yang bisa menyelesaikan ini sendirian. Kita butuh gotong royong—nilai luhur bangsa yang sudah diwariskan oleh para pendiri negeri ini.

Mari kita bayangkan sekolah sebagai taman: tempat anak-anak tumbuh, mekar, dan menebarkan wangi kebaikan. Tetapi taman itu hanya bisa indah jika kita semua merawatnya, mencabut duri-duri kekerasan, dan menyiraminya dengan kasih sayang.

Sekolah bukan tempat ketakutan, melainkan rumah kedua. Anak-anak bukanlah objek, melainkan subjek yang berhak merasa aman, dihargai, dan dicintai.

dengan adanya Permendikbud 46 Tahun 2023 tersebut memberikan landasan hukum bagi semua stakehoulder yang ada untuk secara bersama menjalankan tupoksi masing-masing. terutama pembudayaan sekolah ramah yang anti kekerasan. sekolah sebagai ruang pembentukan karakter peserta didik harus benar-benar menjadi lingkungan yang nyaman, aman dan mengasyikkan.

#Writer,Divisi08/24/08/2025.

About the Author

wingkueducationpublishing

Administrator

Visit Website View All Posts

Like this:

Like Loading...

Related

Post navigation

Previous: Profil Kabag Hukum STKIP Taman Siswa Bima
Next: Saatnya Sekolah Membentuk Tim PPKS

Related News

gambar tempo 2025
  • Artikel & Opini

Ketika Simulacra Mengaburkan Realitas Kekuasaan

wingkueducationpublishing August 30, 2025
  • Artikel & Opini

Tata Cara Pencegahan Kekerasan di Sekolah

wingkueducationpublishing August 25, 2025
Black Orange Minimalist Chief Executive Officer Business Card(1)
  • Artikel & Opini

Profil Kabag Hukum STKIP Taman Siswa Bima

wingkueducationpublishing August 24, 2025

Recent Posts

  • Pj. Kades Pela Lakukan Patroli Bersama KPH Resort Monta; Cegah Kerusakan Hutan
  • Walikota Bima, Hadiri Acara Bimtaq Mahasiswa Baru STKIP Taman Siswa Bima
  • Buhari Resmi Dilantik Menjadi Kepala Dusun 1 Lambaka Desa Pela
  • STKIP Yapis Dompu Gelar Pelatihan Software Simulator untuk Guru SMK Bangun Negeri Hu’u
  • Mahasiswa PPL-KKN STKIP Taman Siswa Bima Pelopori Kampanye Anti Kekerasan di Sekolah

Recent Comments

  1. A WordPress Commenter on Hello world!

Archives

  • September 2025
  • August 2025

Categories

  • Artikel & Opini
  • Blog
  • Hukum Ekonomi
  • News
  • Pendidikan & Budaya
  • Sosial Politik
  • Wisata & Jelajah Alam

You may have missed

WhatsApp Image 2025-09-30 at 16.33.41
  • Wisata & Jelajah Alam

Pj. Kades Pela Lakukan Patroli Bersama KPH Resort Monta; Cegah Kerusakan Hutan

wingkueducationpublishing September 30, 2025
taman siswa bima bimtak
  • Pendidikan & Budaya

Walikota Bima, Hadiri Acara Bimtaq Mahasiswa Baru STKIP Taman Siswa Bima

wingkueducationpublishing September 22, 2025
WhatsApp Image 2025-09-10 at 14.02.00
  • Sosial Politik

Buhari Resmi Dilantik Menjadi Kepala Dusun 1 Lambaka Desa Pela

wingkueducationpublishing September 10, 2025
WhatsApp-Image-2025-09-08-at-19.30.19-1024x768.jpeg
  • Pendidikan & Budaya

STKIP Yapis Dompu Gelar Pelatihan Software Simulator untuk Guru SMK Bangun Negeri Hu’u

wingkueducationpublishing September 9, 2025
  • Dewan Redaksi
  • Pendidikan & Sosial Budaya
  • Politik Hukum
  • Blog
  • Hello world!
  • Artikel & Opini
  • Blog
  • Hukum Ekonomi
  • News
  • Olahraga & Kesehatan
  • Pendidikan & Budaya
  • Sosial Politik
  • Wisata & Jelajah Alam
  • News
  • Artikel & Opini
  • Olahraga & Kesehatan
  • Wisata & Jelajah Alam
Copyright © All rights reserved. | MoreNews by AF themes.
%d